Al-Islam edisi 583, 2 Desember 2011-6 Muharram 1433 H
Peristiwa hijrah Baginda Nabi saw. dari
Makkah ke MHijrah Dari Sistem Jahiliah Modernadinah adalah momentum penting dalam lintasan sejarah
perjuangan Islam dan kaum Muslim. Lewat pintu hijrahlah di antaranya
Islam sebagai sebuah ideologi dan sistem bisa ditegakkan dalam intitusi
negara ketika itu, yakni Daulah Islamiyah.
Sejak keruntuhan Daulah Islamiyah yang
terakhir, yakni Khilafah Utsmaniyah tahun 1924 lalu, kaum Muslim berada
dalam kungkungan ideologi dan sistem jahiliah modern. Karenanya
perjuangan merealisasi hijrah seperti yang dilakukan Nabi saw dan para
sahabat untuk saat ini tentu sangat relevan, bahkan merupakan
keniscayaan.
Hijrah Secara Bahasa
Hijrah secara bahasa berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Lisan al-‘Arab, V/250; Al-Qamus Al-Muhith, I/637). Baginda Nabi saw. bersabda:
« الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ »
Muslim itu adalah orang yang menjadikan Muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya. dan al-Muhâjir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang (HR al-Bukhari).
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fath al-Bâri bi Syarh Shahîh al-Bukhârî,
hijrah itu ada dua macam: lahiriah dan batiniah. Yang batiniah adalah
meninggalkan apa yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu
memerintahkan keburukan (nafs al-ammârah bi as-sû’) dan setan. Yang lahiriah adalah menghindarkan diri-dengan membawa agama-dari fitnah.
Hadits di atas setidaknya memberikan dua pelajaran penting. Pertama: seseorang dikatakan muslim
jika Muslim yang lain selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Dari
sini tentu layak dipertanyakan kemusliman seorang penguasa, jika yang
bersangkutan sering menzalimi rakyatnya dengan berbagai kebijakan yang
memberatkan mereka. Begitu pula dengan kemusliman seseorang jika ia
berdiam diri dan tidak mau menyelamatkan kaum Muslim dari kungkungan
penjajahan asing di berbagai aspek saat ini.
Kedua: hijrah hakikatnya adalah
meninggalkan larangan-larangan Allah SWT. Karena itu, tentu sia-sia
belaka jika setiap tahun memperingati tahun baru Hijrah, sementara kita
tetap merasa nyaman ada di bawah sistem kufur saat ini-sistem
Kapitalisme-sekular-yang nyata-nyata diharamkan Allah SWT; dan enggan
berusaha berpindah ke dalam naungan sistem Islam yang nyata-nyata telah
Allah perintahkan.
Hijrah Secara Syar’i
Secara syar’i, para fukaha mendefinisikan hijrah sebagai: keluar dari darul kufur menuju Darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276). Darul Islam adalah
suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam secara total dalam
segala aspek kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan
kaum Muslim. Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara)
yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak di tangan kaum
Muslim, sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta hijrah Nabi saw. sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam).
Sejak runtuhnya Daulah Islamiyah
(Khilafah Utsmaniyah) pada tahun 1924, tak ada satu pun negeri di
seluruh dunia yang menerapkan syariah Islam secara total dalam sebuah
institusi negara. Artinya, saat ini tak ada yang namanya Darul Islam,
termasuk negeri-negeri Islam. Sebab, meski mayoritas penduduknya adalah
Muslim, negeri-negeri tersebut tidak menerapkan syariah Islam (kecuali
sebagian kecil) dan kekuasaannya pun secara riil tidak di tangan kaum
Muslim.
Dalam hal ini umat Islam wajib
mewujudkan Darul Islam itu, yakni dalam wujud Daulah Islam atau Khilafah
Islam. Hanya dengan mewujudkan kembali Daulah Islamiyah atau Khilafah
Islamlah seluruh syariah Islam bisa ditegakkan. Kewajiban ini merupakan
konsekuensi keimanan seorang muslim dan dalil-dalilnya adalah jelas
berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’ Sahabat. Para ulama dan imam
madzhabpun sepakat tentang kewajiban ini. Ibn Hajar al-Asqalani di dalam
kitab Fath al-Bâri menyatakan dengan tegas :
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ يَجِبُ نَصْبُ خَلِيفَةٍ، وَعَلَى أَنَّ وُجُوبَهُ بِالشَّرْعِ لاَ بِالْعَقْلِ
“Mereka (para imam madzhab) telah
sepakat bahwa wajib (atas kaum muslim) mengangkat Khalifah dan bahwa
wajibnya itu berdasarkan syara’ bukan akal ”
Perlu diperhatikan, pengamalan kembali
makna hijrah bisa dilaksanakan kalau Darul Islam yakni Khilafah itu
terwujud. Jika tidak, umat Islam, sebagaimana saat ini, tentu tak akan
pernah dapat lepas dari kungkungan ideologi dan sistem jahiliah modern
saat ini. Berupa sistem sistem Kapitalisme-sekular yang justru wajib
ditinggalkan.
Masyarakat Pra dan Pasca Hijrah
Masyarakat yang dibentuk oleh Rasulullah
saw. pasca hijrah benar-benar berbeda sama sekali dengan masyarakat
jahiliyah pra hijrah. Hal itu setidaknya bisa dilihat dari beberapa
aspek:
Dari aspek akidah, masyarakat jahiliyah
pra hijrah penuh dengan kemusyrikan, terutama penyembahan terhadap
berhala. Sementara masyarakat Islam pasca hijrah dibangun diatas asas
akidah Islam. Akidah Islam menjadi satu-satunya asas negara dan
masyarakat. Karena itu, meski saat itu terdapat kaum Yahudi dan Nasrani,
aturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat secara keseluruhan
adalah aturan (syariah) Islam.
Dari aspek sosial, masyarakat
jahiliyah pra hijrah identik dengan kebobrokan prilaku yang luar biasa.
Mabuk, pelacuran dan kekejaman menyeruak di mana-mana. Anak-anak
perempuan yang baru lahir pun biasa dibenamkan hidup-hidup ke dalam
tanah. Sementara masyarakat Islam pasca hijrah penuh dengan kedamaian
dan ketenteraman serta jauh dari berbagai ragam kemaksiatan. Perjudian
diperangi. Perzinaan diberantas. Segala bentuk kemaksiatan dan
kriminalitas dibabat habis melalui penegakkan hukum Islam yang tegas.
Dari aspek ekonomi, riba, manipulasi,
kecurangan dalam timbangan dan takaran, eksploitasi ekonomi kuat
terhadap ekonomi lemah, konsentrasi kekayaan pada segelintir orang, dsb,
kental mewarnai ekonomi masyarakat jahiliyah. Sementara di masyarakat
Islam pasca hijrah, ekonomi berbasis riba benar-benar dihapus. Penipuan
dan berbagai kecurangan diberantas. Negara bertanggung jawab menjaga
pendistribusian kekayaan atau harta agar tidak dimiliki oleh segelintir
orang saja. Sebaliknya, seseorang bisa memperolah harta dengan
seluas-luasnya asal dibolehkan oleh syariah Islam.
Dari aspek politik, secara
politis bangsa Arab jahiliyah pra hijrah bukanlah bangsa yang istimewa.
Dua negara adidaya saat itu, Persia dan Byzantium, sama sekali tidak
melihat Arab sebagai sebuah kekuatan politik yang patut diperhitungkan.
Sementara pasca hijrah, Islam dan kaum Muslim benar-benar mulai
diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Daulah Islamiyah yang dibangun
Baginda Nabi saw. benar-benar disegani, bahkan ditakuti oleh musuh-musuh
Islam dan kaum Muslim. Bahkan sejarah telah membuktikan, pada akhirnya
dua negara adidaya saat itu, Persia dan Byzantium, dapat ditaklukan oleh
Daulah Islamiyah melalui jihad fi sabilillah. Dengan jihad yang dilancarkan oleh Daulah Islamiyah itulah hidayah Islam makin tersebar dan kekuasan Islam makin meluas.
Refleksi Hijrah Saat Ini
Sebagian ulama menyebut kondisi sekarang
sebagai “Jahiliah Modern”. Kondisi akidah/ideologi, sosial, ekonomi dan
politik saat ini-yang berada dalam kungkungan ideologi
Kapitalisme-sekular-sesungguhnya mirip dengan kondisi sebelum Rasulullah
hijrah. Dari sisi akidah, berbagai kemusyrikan dan ragam aliran sesat
terus bermunculan. Dari sisi sosial, kebejatan prilaku (maraknya
perzinaan, pornografi-pornoaksi, dll), tindakan kriminal (pencurian,
perampokan, korupsi, pembunuhan, perjudian, narkoba, dll) terus
menyeruak. Dari sisi ekonomi, riba masih menjadi basis kegiatan ekonomi.
Bahkan dalam hal riba, negara adalah pelaku utamanya dengan terus
menumpuk utang luar negeri berbunga tinggi. Tahun 2011 ini saja bunga
utang yang harus dibayar Pemerintah adalah Rp 166 Triliun. Bandingkan
dengan anggaran Jamkesmas tahun 2011 untuk puluhan juta rakyat miskin
yang hanya senilai Rp 6,4 Triliun. Di bidang politik, negeri-negeri kaum
Muslim, termasuk negeri ini, juga tidak pernah diperhitungkan oleh
negara-negara lain; kecuali sebagai obyek penjajahan. Sumberdaya alam
kita menjadi jarahan bangsa-bangsa asing. Di Indonesia, PT Freeport di
bumi Papua yang menjarah jutaan ton emas hanyalah salah satu contohnya
saja.
Karena itu, sesungguhnya saat ini kaum
Muslim, bahkan dunia, memerlukan tatanan baru. Tatanan yang dibangun
berdasarkan ideologi dan sistem Islam. Saat ini kita semua perlu
membentuk kembali Daulah Islamiyah atau Khilafah Islam, yang akan mampu
mewujudkan kembali masyarakat Islam. Seperti masyarakat yang dibangun
Baginda Nabi saw. pasca hijrah. Khilafah pula yang akan mengantarkan
umat ini meraih kembali kemuliaan dan kejayaannya, sebagaimana pada masa
lalu. Khilafah pula yang akan menjadikan dunia ini bisa hidup dalam
keamanan, kedamaian, kemakmuran, keadilan, kesejahteraan dan keberkahan.
Khilafah Islamlah yang akan menerapkan
syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan sekaligus
menyebarluaskan hidayah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan
jihad.
Alhasil, marilah kita segera berhijrah:
dari sistem jahiliah modern saat ini ke sistem Islam. Caranya adalah
dengan menegakkan kembali Daulah Islamiyah atau Khilafah Islam. Hanya
dengan itulah makna hijrah secara hakiki bisa kita amalkan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu
kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS al-Anfal [8]: 24)
Wallahu a’lam. []
Komentar Al Islam
Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
mencatat dalam kurun waktu 2007-2010 pengeluaran parpol sebesar Rp 300
triliun, sementara pemasukan parpol dari APBN 9,1 milyar dan sumbangan
dari perseorangan maksimal 1 milyar dan badan usaha maksimal 7,5 milyar
per satu tahun anggaran. (detik.com,28/11)
1. Pantas saja korupsi, manipulasi,
kolusi tetap menjamur di mana-mana, sulit diberantas. Pantas saja,
parpol dan para politisi hanya mengutamakan kepentingan sendiri,
kelompok dan kepentingan para cukong baik dalam negeri maupun asing.
2. Itulah konsekuensi dari sistem politik Demokrasi yang sangat mahal.
3. Solusinya hanya satu, terapkan
syariah Islam niscaya money politik bisa dibabat sampai ke akar-akarnya;
korupsi, kolusi dan manipulasi dihapus; dan parpol serta para politisi
berjuang demi kepenttingan rakyat.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar